Selama Ramadan Warga Palestina Jarang Tidur

“Seorang Hamas kunjungi tetangganya yang Fatah, dan sebaliknya. Ramadan meleburkan semua”

Budaya yang tidak bisa ditinggalkan warga Palestina ketika bulan Ramadan adalah saling mengunjungi antara kerabat dan saudara. Bedanya dengan di Indonesia, mereka berkunjung pada malam hari usai tarawih, inilah yang menyebabkan warga Palestina jarang tidur ketika Ramadan.

Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Fariz al Mehdawi, kepada VIVAnews mengatakan, saling berkunjung di negaranya dibagi berdasarkan minggu di bulan Ramadan. Minggu pertama Ramadan, ujarnya, adalah waktunya seorang anggota keluarga mengunjungi saudaranya yang lebih tua.

“Mereka saling mengundang. Saya mengundang kakak saya atau ayah mengundang putri mereka,” ujar Mehdawi, Rabu, 3 Agustus 2011.

Lain lagi dengan minggu kedua Ramadan. Mehdawi mengatakan minggu kedua adalah jatahnya para tetangga untuk saling berkunjung. Saling berkunjung antar tetangga ini, ujarnya, sangat indah karena menepis semua perbedaan politis di antara mereka.

“Seorang Hamas mengunjungi tetangganya yang Fatah, dan sebaliknya, Ramadan meleburkan semua masyarakat menjadi satu,” kata Mehdawi.

Semua kegiatan ini dilakukan usai salat tarawih, pada malam hari sampai tengah malam. Mehdawi mengatakan hal inilah yang membuat malam hari Ramadan di Palestina lebih ramai daripada siangnya. “Kau akan jarang menemukan orang-orang yang tidur usai tarawih. Warga Palestina biasanya terjaga sampai sahur, ritme hidup kami berubah ketika Ramadan,” jelasnya.

Minggu ketiga Ramadan, jelas Mehdawi, warga menghentikan saling kunjung dan memadati mesjid-mesjid di malam hari, terutama mesjid al Aqsa di Yerusalem. Hal ini dilakukan terutama karena pada minggu ketiga, umat Muslim berlomba-lomba mendapatkan berkah lailatul qadar, malam diturunkannya Al Quran.

“Pada minggu-minggu ini, tingkat kepadatan mesjid sangat tinggi. Datanglah setiap hari ke al Aqsa, kau dapat berdoa apapun. Tidak perlu khawatir tidak ada makanan, banyak yang menyediakan di tempat ini,” kata Mehdawi.

Minggu terakhir Ramadan, jelas Mehdawi, adalah waktunya untuk mengumpulkan bahan-bahan menyambut hari raya. Biasanya pada hari ini tingkat konsumsi warga meningkat hingga 50 persen, tidak peduli harga yang lebih mahal dari biasanya.

“Minggu ini adalah minggu gila belanja, toko buka seharian penuh. Tempat-tempat ramai, bahkan untuk potong rambut saja kita harus memesan tempat terlebih dulu,” jelasnya.

Sayangnya, tidak seperti di Indonesia, tidak ada pesta diskon untuk pakaian-pakaian lebaran. “Tidak ada diskon, justru sebaliknya, harga naik,” ujar Mehdawi.•

Sumber VIVAnews.com

Tinggalkan komentar